Kamis, 09 Mei 2013

Perangkat Lunak SDM Andal PayMaster


Perangkat Lunak SDM Andal PayMaster

Perangkat lunak Sumber daya manusia yang tersedia di dunia sangat kompetitif. Program perangkat lunak yang fleksibel untuk mengelola rincian lengkap dari karyawan serta fungsi lainnya dalam suatu Organisasi. Software Sumber daya manusia memberikan keuntungan yang besar untuk Bisnis dengan meningkatkan manajemen dan kegiatan sumber daya manusia. Perangkat lunak sumber daya manusia harus dirancang sedemikian rupa sehingga cocok untuk organisasi berskala kecil maupun besar. Fungsi yang diperlukan untuk diimplementasikan dalam perangkat lunak SDM yang sangat berbeda ketika kita membandingkan sebuah organisasi, skala kecil, menengah dan besar. Berikut akan membahas secara terperinci tentang Perangkat Lunak SDM Andal PayMaster 2012.

Perusahaan pengembang software aplikasi sumber daya manusia, PT Andal Software Sejahtera, meluncurkan software terbarunya, Andal PayMaster 2012. Andal PayMaster adalah paket program Attendance, Payroll, dan PPh 21, Human Resources yang saling terintegrasi. Paket program Andal PayMaster dibuat dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dengan database MS-SQL. Konsep kerja aplikasi Andal PayMaster adalah Client Server.
Andal PayMaster dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan perusahaan karena mempunyai fitur-fitur yang dapat didefinisikan pada setup awal setiap perusahaan, seperti tunjangan & potongan dimana user dapat menentukan bentuk dan sifat tersendiri. Banyak fitur terbaru yang di tawarkan pada Andal PayMaster, diantaranya adalah peningkatan keamanan dan enkripsi data, Andal PayMaster dapat mendefinisikan component salary dan allowance yang berbeda-beda, pivot table dimana user dapat menganalisa data kehadiran, data gaji, overtime dan roster karyawan. Disamping itu Andal PayMaster juga dapat menggunakan fasilitas Exel untuk beberapa modul seperti :
1.Tunjangan & potongan insidental
2.Perhitungan bonus & THR
3.Dapat menghitung tunjangan PPh 21 secara tepat
Perhitungan pajak dapat dilakukan untuk pembayaran oleh karyawan atau karyawan diberi tunjangan pajak. Cara perhitungannya juga berjalan sampai akhir tahun, sehingga pada akhir tahun tidak perlu lagi ada penyesuaian pajak. Hasil perhitungan pajak pada akhir tahun dapat dicetak pada formulir SPT 1721 A1.
Andal PayMaster juga dilengkapi oleh sistem Pengamanan yaitu suatu sistem untuk menentukan user yang berhak menggunakan program Andal PayMaster, berikut level dan menu yang dapat diaksesnya.Level ini menentukan data karyawan yang dapat diakses yaitu karyawan yang mempunyai level sama atau lebih rendah dari user saat login.


Andal PayMaster dapat juga ditambahkan dengan Employee Self Service dengan menggunakan ESS ini akan mengurangi pekerjaan data entry , karena Surat Perintah Lembur, penggantian Shift, dan pengajuan cuti dapat dilakukan oleh karyawan sendiri, dengan melalui workflow untuk approval.
Andal PayMaster memberikan layanan berbasis cloud computing, layanan ini memberikan fasilitas Datacenter dan isinya, internet/VPN Bandwith, DR/BC, OS, aplikasi, serta sumber daya pendukung yang terintegrasi dan didukung oleh sistem keamanan data. Untuk layanan ini, Andal Softwarea bekerjasama dengan Green Views sebagai penyedia layanan berbasis cloud coumputing.


Andal pay master merupakan solusi tepat untuk meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan terutama departemen sumber daya manusia. Andal PayMaster 2012 memiliki tampillan lebih sederhana sehingga lebih mudah digunakan dan tentu saja mempercepat belajar menggunakannya bagi pemula. Berikut review Andal PayMaster 2012 software :
1. Ikon untuk navigasi diletakkan pada Quick Access Toolbar sehingga mempermudah penggunaannya
2. Filtering dan grouping terdiri dari beberapa conditional formating, jenis font, dan dapat diubah, serta dapat menyimpan profile.
3. Tampilan lebih menarik dan sederhana.
4. Backstage menu untuk menu setting dan menu advance sehingga menu utama terlihat lebih sederhana.
5. dapat melakukan backup dan restore program
6. Menu di grouping ulang untuk memudahkan pencarian dan untuk advance user dipisahkan sehingga menu terlihat lebih sederhana.
7. Fasilitas import dan export format dijadikan dalam satu menu, sehingga dapat mempercepat proses migrasi data.
8. Memiliki fasilitas update patch secara otomatis sehingga perbaikan data dari support menjadi lebih cepat.
9. penambahan feature profile dan conditional formating pada menu find, sehingga filtering menjadi lebih mudah.
10. Penambahan fasilitas resources center dapat berfungsi sebagai jalur komunikasi antara anda dengan para customer.


(http://www.tempo.co/read/news/2011/11/09/072365762/Perangkat-Lunak-Kelola-SDM-nan-Mudah%3Cbr)
(http://www.portalhr.com/minisite/andal/andalpaymaster.html)
(http://www.andalsoftware.com/home/)
(http://belajaronlinegratis.com/content/andal-paymaster-2012)

UUD NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


UU Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE)

Saat ini kemajuan teknologi dan informasi berjalan dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan setiap orang mudah untuk mengakses informasi dan bertransaksi dengan dunia luar. Bahkan internet dapat menciptakan suatu jaringan komunikasi antar belahan dunia sekalipun.
Kemajuan teknologi ini tentunya mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya antara lain mudahnya memperoleh informasi kapan pun dan dimana pun, meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan sebagai media yang memungkinkan siapapun untuk berpartisipasi di dalamnya untuk keperluan apa pun dan lain-lain.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu membuka ruang terjadinya perdagangan gelap, penipuan dan pemalsuan, dapat merusak moral bangsa melalui situs-situs tertentu, menurunkan rasa nasionalisme, penyalahgunaan yang tidak memandang nilai-nilai agama dan sosial budaya dapat menimbulkan perpecahan dan sebagainya.
Namun Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan DPR rupanya telah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat ditimbulkan oleh internet. Maka setelah melalui proses pertimbangan, pada 21 April 2008, diundangkanlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang lebih dikenal dengan UU ITE.
Maksud dan tujuan pemerintah dan DPR membentuk regulasi ini. Di dalam pasal 3 UU ITE disebutkan bahwa Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektonik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Rancangan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) disetujui DPR menjadi Undang-Undandan telah di muat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58 serta diberlakukan sejak tanggal 1 April 2008. UU ini tediri dari 13 Bab dan 54 Pasal, dengan demikian menjadi cyberlaw pertama di Indonesia. Isinya cukup luas. Banyak hal diatur disini yang amat penting bagi pelaku bisnis di dunia maya. Yang jelas, dengancyber law ini, sudah ada payung hukum di dunia maya. Maka kalau Anda
bergerak di bisnis ini, pelajari baik-baik isinya. Secara umum dijelaskan dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), adalah sebagai berikut :
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.

Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Tujuan Undang-Undang ITE
Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.
Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.

Contoh Kasus :
CONTOH KASUS UU ITE TAHUN 2008
Pembobolan ATM Terhadap pelaku yang diduga telah melakukan pembobolan ATM, UU ITE menyebutkan, bahwa minimal dapat dijerat dengan Pasal 30 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apa pun. Dan ayat (3) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Di samping itu, juga dapat dijerat dengan Pasal 32 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak . Dan ketentuan berikutnya yang juga dapat digunakan adalah Pasal 36, yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Ketentuan-ketentuan yang bisa dikenakan pada orang yang diduga telah melakukan pembobolan nasabah melalui ATM bank adalah karena salah satu tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik sebagaimana diatur pada Pasal 4 huruf (e) UU ITE adalah untuk memberikanrasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi. Sedangkan kepada pihak bank yang melakukan layanan ATM dan terhadap ATM tersebut telah terjadi pembobolan rekening nasabah, maka diminta kehati-hatiannya, karena bank dalam hal ini dapat dianggap sebagai penyelenggara sistem elektronik karena menyelenggarakan sistem transaksi dalam layanan perbankan melalui ATM. Yang diperlukan kehati-hatian oleh pihak bank adalah terkait Pasal 1 UUITE, khususnya pada point (6) menyebutkan, bahwa penyelenggaraan sistemelektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Dalam implementasinya, pihaksuatu bank yang menyelenggarakan layanan ATM dan telah terjadipembobolan harus memperhatikan Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan, bahwasetiap penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya . Selain itu disebut pula pada Pasal 15 ayat (2) yang menyatakan, bahwa penyelenggara sistemelektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya. Akan tetapi, ada juga ketentuan yang dapat melindungi pihak bank , sebagaimana disebut pada Pasal 15 ayat (3) yang menyebutkan, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihakpengguna sistem elektronik.
Sumber :

UUD NO.36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI


UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI

Undang-undan nomor 36 tentang telekomunikasi berisi:
Ø  Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap       informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
Ø  Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Ø  Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.

Asas  Telekomunikasi
Pada UU No. 36 Pasal 2 menjelaskan Azas Telekomunikasi, yang berbunyi: Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Tujuan Telekomunikasi
Tujuan dari komunikasi diatur dalam UU No. 36 pasal 3 yang berbunyi: Telekomunikaso diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejajteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintah, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

Keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur pengguna teknologi informasi.
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
·         Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
·         Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
·         Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
·         Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
·         Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
·         Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
·         Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
·         Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
·         Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
·         Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
·         Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
·         Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.
·         Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
·         Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 2
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi.

Pasal 3
Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
·         penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
·         penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
·         penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Pasal 4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
·         Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
·         Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
·         Badan Usaha Swasta; atau
·         Koperasi.

Pasal 5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
·         perseorangan;
·         instansi pemerintah; atau
·         badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 6
Ø  Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.
Ø  Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ø  Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
Ø  Ketentuan mengenaai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.

Pasal 8
Ø  Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
Ø  Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada.
Ø  Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.

Pasal 9
Ø  Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari :
·         penyelenggaraan jaringan tetap;
·         penyelenggaraan jaringan bergerak.
Ø  Penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan dalam :
·         penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
·         penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
·         penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional;
·         penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
Ø  Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam :
·         penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
·         penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
·         penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
Ø  Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 10
Ø  Penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
Ø  Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib menyelenggarakan jasa telepon umum.
Ø  Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa telepon umum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.

Pasal 11
Ø  Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai dengan izin penyelenggaraannya.
Ø  Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.

Pasal 12
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Pasal 14
Ø  Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari:
·         penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
·         penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
·         penyelenggaraan jasa multimedia;
Ø  Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15
Ø  Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
Ø  Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada pengguna jasa telekomunikasi.
Ø  Dalam menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
Ø  Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 16
Ø  Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
Ø  Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.

Pasal 17
Ø  Catatan/rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Ø  Penyelenggara jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi.

Pasal 18
Ø  Pelanggan jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
Ø  Instalasi perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur yang memenuhi persyaratan.

Pasal 19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang akses jasa telekomunikasi tersedia.

PENYIDIKAN
Pasal 44
Ø  Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Ø  Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
·         melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan yang berlaku.
·         memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
·         melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau       diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·         mengadakan penghentian penyidikan.
Ø  Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.

Pasal 46
Ø  Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
Ø  Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.

KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

 Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 53
Ø  Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Ø  Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).

Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI

UMUM
Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi,
pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran
penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mernperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Perubahan Iingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan Iingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran, sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral.
Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan pninsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian dengan mengikutsertakan peran masyarakat.
Peningkatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak mengurangi prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, hal-hal yang menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang merupakan sumber daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara.
Dengan tetap berpijak pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan
memperhatikan perkembangan yang berlangsung baik secara nasional maupun internasional,
terutama di bidang teknologi telekomunikasi, norma hukum bagi pembinaan dan penyelenggaraan telekomunikasi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989
tentang Telekomunikasi perlu diganti.

Contoh kasus :
CONTOH KASUS UU TELEKOMUNIKASI NOMOR 36 TAHUN 1999
Bocornya Data Pelanggan Telekomunikasi jika dugaan kebocoran benar, hal itu pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU), itu pelanggaran terhadap Undang-Undang karena menurut UUNomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, data pelanggantelekomunikasi harus dirahasiakan. pihak-pihak yang mungkin membocorkanadalah perusahaan telekomunikasi atau bank. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi tentu saja memiliki data-data para pelanggan mereka. Sedangkan bank-bank biasanya memiliki klausul agar para nasabah mereka menyetujui jika bank-bank ingin memberi tahu pihak ketiga tentang data-data para pelanggan dalam rangka promosi dan lain-lain.

Sumber :