Kisah
Nyata Tiga Temanku Mati Karena Narkoba
Ini kisah nyata tentang bahaya narkoba.
Tiga teman kami terenggut nyawanya. Mereka masih muda. Beginilah kisah pilu
kami.
Kami berlima, Wawan, Herbert, Dani,
Sugianto dan aku yang memiliki kisah ini. Kami semua terlahir dari keluarga
yang kata orang cukup berada. Walaupun asal kami dari beberapa daerah yang
berbeda. Wawan Betawi. Herbert Ambon. Sugianto dan Dani Jawa. Aku Manado.
Kepindahanku sendiri menuntut ilmu
membawaku ke sebuah Kota Besar di Jawa. Lingkunganku membuat aku bergaul dengan
beraneka teman. Setiap hari kami bermain keluar rumah. Main sepakbola atau
bulutangkis di sekitar Slipi Jaya.
Di balik kegiatan olahraga ternyata tiga
dari kami punya kebiasaan kurang baik. Hampir setiap akhir pekan tiga temanku,
Wawan, Herbert, Sugianto mencari ‘barang’ atau kadang ‘ayam’. Maklum pergaulan
kelas menengah sesat ya begitu. Tak jauh dari hura-hura dan pergi ke tempat
hiburan.
Perburuan mencari barang paling gampang.
Mereka bertiga biasanya pergi ke tempat hiburan berangkat sekitar jam 22.00
saat acara di dunia hiburan mendekati ramai. Rasa senang selalu menyelimuti
kami semua – Dani dan aku kadang ikut menemani tapi tak mau menyentuh alkohol
dan narkoba dan juga seks bebas. Suatu kali mereka dapat barang bagus. Kadang
kurang bagus. Mereka biasa beli beberapa amplop. Saat itu belum musim sabu
seperti sekarang. Inex baru muncul dari Belanda waktu itu.
Dari sinilah awal mula malapetaka
terjadi dalam hidup kami. Satu per satu nyawa teman kami dipreteli oleh Tuhan
karena kelakuan buruk sendiri. Wawan yang telah beristri Lina ditangkap polisi
karena dituduh memakai dan mengedarkan narkoba. Dijerumuskan dan dipenjara di
LP Narkoba Cipinang selama 2 tahun. Di dalam sel katanya diperkosa ramai-ramai
digilir. Keluar dari penjara Wawan merasa terhina, apalagi dia sudah beristri
pula. Akhirnya dia merana dan terjerumus lagi ke dalam narkoba. Tahun 2000
nyawa Wawan melayang. Meninggal dunia dalam usia 25 tahun karena OD alias over
doses.1-0!
Ini empat tahun lalu kejadiannya. Aku
baru ketemu lagi dengan dia enam tahun lalu setelah lebih dari sepuluh tahun
tidak bertemu. Kisah kehilangan berikutnya tentang Herbert. Herbert terakhir
aku ketahui pekerjaan sehari-hari sebagai debt collector, sudah memiliki istri
dari Jawa. Kehidupannya tergolong wah dan mewah. Aku pada mulanya tak tahu
pekerjaannya. Ternyata Herbert adalah juga pemakai sekaligus pengedar narkoba.
Aku tahu hal itu dari salah satu temanku
yang benerja di BNN atau Badan Narkotika Nasional. Ternyata BNN memiliki data
dalam computer mereka lengkap dengan nama para bandar, pemakai , kurir yang
lengkap. Alamatnya pun jelas tertera. Dalam daftar tersebut termasuk alamat dan
link-nya alias jaringan penjualan dan prospektif pemakai. Semua dipetakan dalam
data yang sangat lengkap. Suatu ketika ada penggrebegan narkoba. Di daerah Duta
Graha, Bintaro, Herbert ditembak mati oleh petugas. 2-0!
Yang ketiga ini anak kampung tapi
ganteng banget. Flamboyan di lingkungan kami. Pekerjaannya sebagai karyawan
kantor. Gaji dia sangat besar. Dia adalah playboy kelas kakap. Pintar sekali.
Namanya Sugianto. Aktivitas usai bekerja sebagai Manager Perusahaan
Internasional adalah hunting perempuan di café atau tempat hiburan malam. Dia
penjelajah mulai dari tempat hiburan di Bandung, Batam, Jakarta, Surabaya,
Manado, Denpasar, Makassar, Medan, Jogjakarta, bahkan luar negeri Bangkok,
Manila, Pattaya, Melbourne, dan Russia serta beberapa Negara Eropa Timur. Teman
saya ini hanya menikmati hidup sampai umur 34 tahun. Dua tahun lalu dia meninggal
di Rumah Sakit Sulianti Saroso di kawasan Pluit. Penyebabnya dia terinveksi
AIDS karena narkoba. Dia pemakai jarum suntik. Penyebab sebenarnya tidak jelas.
Apakah tertular virus aids atau akibat berhubungan seks atau karena jarum
suntik. 3-0!
Yang membuat aku bergidik adalah
Sugianto berpesan padaku.
Katanya, ”Ninoy, aku bangga banget ama
lu. Lu itu nakal tapi bertanggung jawab. Lu bergaul ama kita-kita, tapi tak mau
terlibat. Lu setia ama pasangan lu. Pantes lu sejak dulu bergaul ama kita-kita
tapi lu selalu bilang – lu mau nyesel di muka. Sekarang gue sadar dan tahu
makna apa yang lu bilang…nyesel di muka. Sekarang gue udah deket ke kematian
gue. Gue sungguh takut akan kematian gue ini. Gue masih muda, 34 tahun. Gue
tinggalin anak gue yang juga kena virus HIV, istri gue juga begitu. Gue sedih
bukan kepalang. Sumpah gue takut mati, Noy.”
“Gi, lu nggak usah bilang begitu. Tuhan
pasti maafin kesalahan lu.”
“Iya, gue harap. Namun dosa gue tak
terampuni karena Sherly jadi kena virus laknat itu. Juga Bella yang cantik lucu
juga akan mati muda. Duh,” katanya.
“Gi, apa sih mimpi lu yang belum
tercapai? Keliling dunia,” tanyaku bermaksud menghibur dia.
“Noy, gue baru tahu sekarang setelah
hidup gue baru mau habis, gue tahu betapa bermaknanya hidup itu,” katanya
dengan suara lirih hampir tak terdengar.
Tiba-tiba dia anfal dan tak sadarkan
diri. Aku kaget setengah mati. Belum sempat mengucapkan kata perpisahan. Namun
aku sadar bahwa waktu dia sudah akan habis. Aku bisikkan kata-kata buat
Sugianto.
“Gi, selamat jalan. Gue akan tulis kisah
kita suatu saat agar menjadi pengingat buat orang lain betapa narkoba dan juga
seks bebas telah merampas nyawa lu. Dan, Sherly dan Bella akan gue lihat,”
kataku berbisik di telinganya.
Aku peluk tubuh ringkih Sugianto yang
tinggal kulit pembalut tulang. Ada sedikit semburat muka merona. Sejenak.
Mungkin dia merasakan sesuatu. Dua hari tidak sadar Sugianto menyerah menjemput
ajal. 3-0!
Kini temanku tinggal satu. Dani bekerja
di Freeport, Tembagapura, Papua. Kami kadang mengingat kejadian kematian tiga
teman kami menjadikan kami berdua pilu. Namun kami sangat bersyukur masih hidup
sehat karena jauh dari godaan narkoba. Aku sendiri sangat anti sejak kecil
semua yang berbau alkohol, rokok, cimeng, seks bebas, narkoba dan hasilnya aku
sangat berbahagia hidup. Padahal dulu godaan kami sangat berat. Keyakinan dan
ketabahan saja yang membuat kami sebagai anak muda selamat. Aku masih hidup.
Karunia yang luar biasa. Aku masih punya mimpi-mimpi yang luar biasa. Aku akan
menjadi penulis besar suatu saat. Sugianto pasti senang dengan tulisan aku ini.
Dani, maaf nama kamu tak aku samarkan sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar