UU
NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
Undang-undan
nomor 36 tentang telekomunikasi berisi:
Ø Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau sistem elektromagnetik Iainnya.
Ø Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
Ø Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi.
Asas Telekomunikasi
Pada UU No. 36 Pasal 2
menjelaskan Azas Telekomunikasi, yang berbunyi: Telekomunikasi diselenggarakan
berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,
kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Tujuan
Telekomunikasi
Tujuan dari komunikasi
diatur dalam UU No. 36 pasal 3 yang berbunyi: Telekomunikaso diselenggarakan
dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejajteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintah, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Keterbatasan
UU telekomunikasi dalam mengatur pengguna teknologi informasi.
UU ini dibuat karena
ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan
perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap
telekomunikasi.
Dengan munculnya
undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia
telekomunikasi, antara lain :
1.Telekomunikasi merupakan salah satu
infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat
pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan
sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi
di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan
yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur
penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada
penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam
penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada
peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi
ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam
penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII
tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi
informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam
memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan :
·
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau sistem elektromagnetik lainnya.
·
Alat telekomunikasi adalah setiap alat
perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
·
Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok
alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
·
Pemancar radio adalah alat
telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
·
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian
perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
·
Jasa telekomunikasi adalah layanan
telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan
jaringan telekomunikasi.
·
Penyelenggara telekomunikasi adalah
perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan
negara.
·
Penyelenggaraan telekomunikasi adalah
kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi.
·
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
·
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi
adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan
terselenggaranya telekomunikasi.
·
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan
pengoperasiannya khusus.
·
Interkoneksi adalah keterhubungan antar
jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda.
·
Kewajiban pelayanan universal adalah
kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian
masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa
telekomunikasi.
·
Menteri adalah Menteri yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
BAB
II
PENYELENGGARAAN
JARINGAN DAN JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian
Pertama
Penyelenggaraan
Telekomunikasi
Pasal
2
Penyelenggaraan telekomunikasi
dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi.
Pasal
3
Penyelenggaraan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
·
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
·
penyelenggaraan jasa telekomunikasi.
·
penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Pasal
4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk
maksud tersebut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu:
·
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
·
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
·
Badan Usaha Swasta; atau
·
Koperasi.
Pasal
5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh:
·
perseorangan;
·
instansi pemerintah; atau
·
badan hukum selain penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Bagian
Kedua
Penyelenggaraan
Jaringan Telekomunikasi
Pasal
6
Ø Dalam
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau
menyediakan jaringan telekomunikasi.
Ø Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan telekomunikasi wajib memenuhi
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ø Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan
teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
Ø Ketentuan
mengenaai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal
7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi
wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang
diselenggarakannya.
Pasal
8
Ø Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui
jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
Ø Penyelenggaraan
jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus merupakan
kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada.
Ø Untuk
menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penyelenggara
jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa
telekomunikasi dari Menteri.
Pasal
9
Ø Penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi terdiri dari :
·
penyelenggaraan jaringan tetap;
·
penyelenggaraan jaringan bergerak.
Ø Penyelenggaraan
jaringan tetap dibedakan dalam :
·
penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
·
penyelenggaraan jaringan tetap sambungan
langsung jarak jauh;
·
penyelenggaraan jaringan tetap sambungan
internasional;
·
penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
Ø Penyelenggaraan
jaringan bergerak dibedakan dalam :
·
penyelenggaraan jaringan bergerak
terestrial;
·
penyelenggaraan jaringan bergerak
seluler;
·
penyelenggaraan jaringan bergerak
satelit.
Ø Ketentuan
mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal
10
Ø Penyelenggara
jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau
penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa teleponi
dasar.
Ø Penyelenggara
jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib
menyelenggarakan jasa telepon umum.
Ø Penyelenggara
jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa telepon umum dapat bekerjasama
dengan pihak ketiga.
Pasal
11
Ø Penyelenggara
jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi dapat
bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai
dengan izin penyelenggaraannya.
Ø Kerjasama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.
Pasal
12
Penyelenggara jaringan telekomunikasi
wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi
yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang
jaringan telekomunikasi tersedia.
Bagian
Ketiga
Penyelenggaraan
Jasa Telekomunikasi
Pasal
13
Dalam penyelenggaraan jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, penyelenggara jasa
telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan
telekomunikasi.
Pasal
14
Ø Penyelenggaraan
jasa telekomunikasi terdiri dari:
·
penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
·
penyelenggaraan jasa nilai tambah
teleponi;
·
penyelenggaraan jasa multimedia;
Ø Ketentuan
mengenai tata cara penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal
15
Ø Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin
kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
Ø Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada pengguna jasa
telekomunikasi.
Ø Dalam
menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis dalam
Rencana Dasar Teknis.
Ø Ketentuan
mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal
16
Ø Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa
telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
Ø Apabila
pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
Pasal
17
Ø Catatan/rekaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
Ø Penyelenggara
jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan catatan/rekaman
pemakaian jasa telekomunikasi.
Pasal
18
Ø Pelanggan
jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan perangkat
terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
Ø Instalasi
perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur
yang memenuhi persyaratan.
Pasal
19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib
memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan telekomunikasi yang telah
memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa telekomunikasi sepanjang akses jasa
telekomunikasi tersedia.
PENYIDIKAN
Pasal
44
Ø Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
Ø Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
·
melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
·
melakukan pemeriksaan terhadap orang
dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
·
menghentikan penggunaan alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan yang berlaku.
·
memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
·
melakukan pemeriksaan alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di
bidang telekomunikasi.
·
menggeledah tempat yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·
menyegel dan/atau menyita alat dan/atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·
meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
·
mengadakan penghentian penyidikan.
Ø Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal
16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat
(1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat
(2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
Ø Sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
Ø Pencabutan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
47
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal
48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
49
Penyelenggara telekomunikasi yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal
50
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal
52
Barang siapa
memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
53
Ø Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau
Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun
dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Ø Apabila
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal
55
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal
56
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang
digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal
48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal
55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
UMUM
Sejak diundangkannya
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi,
pembangunan dan penyelenggaraan
telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran
penting dan strategis dalam menunjang
dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mernperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Perubahan Iingkungan
global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat
telah mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan Iingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil
konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran, sehingga dipandang perlu
mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan
telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat
meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Perkembangan teknologi
telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan
penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai
komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral.
Sebagai negara yang
aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional,
keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan
berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan
General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada
tanggal 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan pninsip
perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak
diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan
penyelenggaraan telekomunikasi.
Dengan memperhatikan
hal-hal tersebut di atas, maka peran Pemerintah dititikberatkan pada pembinaan
yang meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian
dengan mengikutsertakan peran masyarakat.
Peningkatan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan telekomunikasi tidak mengurangi prinsip dasar
yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,
hal-hal yang menyangkut pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
yang merupakan sumber daya alam yang terbatas dikuasai oleh negara.
Dengan tetap berpijak
pada arah dan kebijakan pembangunan nasional serta dengan
memperhatikan perkembangan yang
berlangsung baik secara nasional maupun internasional,
terutama di bidang teknologi
telekomunikasi, norma hukum bagi pembinaan dan penyelenggaraan telekomunikasi
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989
tentang Telekomunikasi perlu diganti.
Contoh
kasus :
CONTOH KASUS UU TELEKOMUNIKASI NOMOR 36
TAHUN 1999
Bocornya Data Pelanggan Telekomunikasi
jika dugaan kebocoran benar, hal itu pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU),
itu pelanggaran terhadap Undang-Undang karena menurut UUNomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi, data pelanggantelekomunikasi harus dirahasiakan.
pihak-pihak yang mungkin membocorkanadalah perusahaan telekomunikasi atau bank.
Perusahaan-perusahaan telekomunikasi tentu saja memiliki data-data para
pelanggan mereka. Sedangkan bank-bank biasanya memiliki klausul agar para
nasabah mereka menyetujui jika bank-bank ingin memberi tahu pihak ketiga
tentang data-data para pelanggan dalam rangka promosi dan lain-lain.
Sumber :