Judul :
Negri 5 Menara
Pengarang :
Ahmad Fuadi
Biografi
sang penulis :
Anak
Maninjau pemegang 8 beasiswa dari luar negeri. A. Fuadi lahir di nagari Bayur,
sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari
kampung Buya Hamka. Ibunya guru SD, ayahnya guru madrasah.
Lalu
Fuadi merantau ke Jawa, mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah agama.
Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi
keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat.
Gontor
pula yang membukakan hatinya kepada rumus sederhana tapi kuat, ”man jadda
wajada”, siapa yang bersungguh ¬sungguh akan sukses.
Juga
sebuah hukum baru: ilmu dan bahasa asing adalah anak kunci jendela-jendela
dunia. Bermodalkan doa dan manjadda wajada, dia mengadu untung di UMPTN.
Jendela baru langsung terbuka. Dia diterima di jurusan Hubungan Internasional,
UNPAD.
Semasa
kuliah, Fuadi pernah mewakili Indonesia ketika mengikuti program Youth Exchange
Program di Quebec, Kanada. Di ujung masa kuliah di Bandung, Fuadi mendapat
kesempatan kuliah satu semester di National University of Singapore dalam
program SIF Fellowship. Lulus kuliah, dia mendengar majalah favoritnya Tempo
kembali terbit setelah Soeharto jatuh. Sebuah jendela baru tersibak lagi, Tempo
menerimanya sebagai wartawan. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam
tugas-tugas reportasenya di bawah para wartawan kawakan Indonesia.
Selanjutnya,
jendela-jendela dunia lain bagai berlomba-lomba terbuka. Setahun kemudian, dia
mendapat beasiswa Fulbright untuk program S-2 di School of Media and Public
Affairs, George Washington University. Merantau ke Washington DC bersama Yayi,
istrinya—yang juga wartawan Tempo—adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi
kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden TEMPO dan wartawan VOA.
Berita bersejarah seperti peristiwa 11 September dilaporkan mereka berdua
langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.
Tahun
2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening
untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film
dokumenter. Kini, penyuka fotografi ini menjadi Direktur Komunikasi di sebuah
NGO konservasi: The Nature Conservancy.
Tidak
punya cukup uang untuk sekolah, Fuadi bekerja keras untuk mencari beasiswa
sejak kuliah. Tidak sia-sia, sampai sekarang Fuadi telah mendapatkan 8 beasiswa
dari luar negeri, membuat dia bisa mencicipi pengalaman belajar di Kanada,
Singapura, Amerika Serikat dan Inggris.
Fuadi
dan istrinya tinggal di Bintaro, Jakarta. Mereka berdua menyukai membaca dan
traveling.
”Negeri
5 Menara” adalah buku pertama dari rencana trilogi. Buku-buku ini berniat
merayakan sebuah pengalaman menikmati atmosfir pendidikan yang sangat
inspiratif. Semoga buku ini bisa membukakan mata dan hati. Dan menebarkan inspirasi ke segala arah.
Sebagian
royalti diniatkan untuk merintis Komunitas Menara, sebuah organisasi sosial
berbasis relawan (volunteer) untuk memajukan pendidikan khususnya buat orang
yang tidak mampu. Ke depan, Komunitas Menara ingin menyediakan sekolah,
perpustakaan, rumah sakit, dan dapur umum secara gratis buat kalangan yang
tidak mampu.
Sinopsis :
Alif
lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah
Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan,
bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau
Maninjau.
Tiba-tiba
saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan
Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya
Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti
perintah Ibunya: belajar di pondok.
Di
kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera”
sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.
Dia
terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau
dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu
Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dipersatukan
oleh hukuman jewer berantai, Alif
berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari
Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa.
Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu
maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata
belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian
masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu.
Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun.
Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Bagaimana
perjalanan mereka ke ujung dunia ini dimulai? Siapa horor nomor satu mereka?
Apa pengalaman mendebarkan di tengah malam buta di sebelah sungai tempat jin
buang anak? Bagaimana sampai ada yang kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius?
Siapa Princess of Madani yang mereka kejar-kejar? Kenapa mereka harus botak
berkilat-kilat? Bagaimana sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu
Rusyd, bahkan Maradona sampai akhirnya ikut campur? Ikuti perjalanan hidup yang
inspiratif ini langsung dari mata para pelakunya. Negeri Lima Menara adalah
buku pertama dari sebuah trilogi.
Keunggulan :
Kelebihan
novel ini adalah mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang hanya
belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar ilmu agama, ternyata
juga belajar ilmu umum seperti bahasa inggris, arab, kesenian dll. Pelajaran
yang dapat dipetik adalah jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi
apapun itu, karena allah Maha mendengar doa dari umatNya.
Kekurangan :
·
Ada beberapa kutipan Bahasa Arab yang
tidak diterjemahkan.
·
Ada cerita kenangan masa lalu yang
seharusnya tidak perlu diceritakan karena tidak penting dan tidak ada kaitan
dengan inti cerita.
·
Beberapa bagian menggunakan bahasa yang
sedikit sulit untuk dipahami.
·
Tidak dijelaskan secara spesifik sistem
pendidikan yang ada di PM, membuat pembaca bingung dengan adanya kelas 6
padahal secara umum sekolah tingkat atas (setara SMA) hanya 3 tahun. Hanya
dijelaskan pendidikan di PM ditempuh selama 4 tahun.
·
Alur cerita cepat berubah.
Saran :
·
Beberapa istilah Bahasa Arab yang tidak
dijelaskan agar dijelaskan lebih lengkap sehingga pembaca tidak bingung.
·
Bahasa yang sulit dimengerti agar
disederhanakan kembali.
·
Cerita yang tidak ada kaitan agar dihilangkan.
·
Alur cerita lebih konsisten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar